Rasa-rasanya
berita mengenai kasus korupsi atau pun para pelakunya senantiasa menghiasi
pemberitaan media, baik di media cetak, elektronik, maupun online. Seakan-akan
korupsi telah menjadi budaya negara ini. Sehingga hampir di setiap daerah, di
setiap instansi, di setiap proyek pemerintahan, korupsi senantiasa menyapa.
Pemberitaan ini sangat berbeda jika kita bandingkan dengan pemberitaan lima
belas atau dua puluh tahun yang lalu, dimana istilah korupsi, kolusi, dan
nepotisme masih jarang terdengar.
Banyak
orang yang menyebutkan bahwa mantan presiden Soeharto adalah orang paling korup
di Indonesia, dan rezimnya penuh dengan kasus KKN. Kenyataannya setelah
Soeharto turun, korupsi terus ada dan merajalela di semua tingkatat
pemerintahan. Ketika korupsi semakin berkembang dan meluas, pemerintah mulai
mencari dimana yang bermasalah. Hingga pada akhirnya sistem pendidikanlah yang
dipersalahakan karena ketidakmapuannya mencetak generasi penerus bangsa yang
jujur dan tidak berjiwa korupsi.
Seringkali
pula masyarakat marah ketika mengetahu pejabat pemerintah melakukan korupsi.
Hingga kemudian memunculkan statement bahwa pejabat pemrintah sebagian besar
pasti melakukan korupsi. Padahal jika kita mau meraba ke dalam diri kita
pribadi, kita pun beresiko terkena penyakit korupsi pula.
Yah,
korupsi memang penyakit yang tidak pandang bulu. Dia akan menyerang kepada
siapa saja yang memiliki iman yang lemah dan yang memiliki kesempatana. Tidak
hanya para elit politik yang bisa melakukan korupsi. Kita yang masyarakat biasa
dan tidak memiliki pangkat apa pun juga bisa melakukan korupsi. Mulai dari
laki-laki atau perempuan, anak-anak, remaja, bahkan orang tua. Hanya saja
terkadang kita tidak sadar bahwa tindakan kita merupakan korupsi. Kita tidak
pula sadar bahwa korupsi sama saja dengan mencuri.
Dalam
hal ini pendidikan memang memberikan peranan penting. Namun bukan pula berarti
bahwa sistem pendidikan kita tidak baik. Sebenarnya negara ini memiliki sistem
yang sangat baik, termasuk dalam pendidikannya. Hanya saja pelaksanaanya yang
sering kali bermasalah. Sistem pendidikam kita sudah memerintahkan untuk
melakukan ujian nasional dengan jujur. Bahkan mulai dari soal, peserta, hingga
pengawasnya pun diawasi, demi terwujudnya ujian nasional yang jujur. Sistem
juga menghukum pelaku yang berbuat curang. Tapi pada kenyataannya masih saja
ujian nasional penuh dengan kecurangan. Ini menunjukkan bahwa bukan sistemnya
yang salah tapi orang-orang di dalamnya dan pelaksanaannya yang kurang tepat.
Sejatinya
pendidikan mengenai korupsi tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah tapi
juga merupakan tanggung jawab keluarga dan masyarakat. Keluarga merupakan
tempat pendidikan pertama bagi seorang anak. Segala tingkah laku para anggota
keluarga tersebut akan mempengaruhi sang anak ke depan. Karenanya penting bagi
para orang tua untuk mengjarkan pendidikan anti korupsi kepada anak-anak mereka
sedini mungkin. Mengajari kepada mereka bahwa tidak hanya pejabat yang bisa
melakukan korupsi, mereka pun juga bisa berkorupsi. Hal yang bisa dilakukan
adalah mengajari anak untuk berkata jujur, menggunakan uang mereka untuk
keperluan yang seharusnya, dan menghargai waktu. Tidak hanya mengajari, tapi
juga harus ada contoh nyata. Karena bagaimana pun juga pendidikan yang bersifat
materi dan praktik akan lebih mengena.
Selain
keluarga, lingkungan masyarakat pun harus turut berperan dalam upaya pendidikan
anti korupsi ini. Bagaimana kemudian masyarakat mengupayakan praktik-praktik
korupsi tidak bisa dilakukan. Misalnya saja, masyarakat tidak melakukan suap
kepada polisi ketika melakukan pelanggaran lalu lintas atau tidak menggunakan
calo ketika melakukan urusan administrasi di pemerintahan. Karena
praktik-praktik kecil inilah yang beresiko memunculkan korupsi yang lebih
besar. Hal yang harus disadari pula bahwa apa yang ada dimasyarakat dapat lebih
mudah dicontoh oleh anak-anak, utamanya para remaja yang masih dalam proses
pencarian jati diri. Hal ini dikarenakan masyarakat merupakan lingkungan kedua
yang memberikan kontribusi besasr dalam proses pembentukan karakter seseorang.
Selanjutnya
lingkungan sekolah turut ambil bagian dalam upaya pendidikan anti korupsi.
Misalnya saja melalui pemberian materi apa itu korupsi, apa dampaknya,
undang-undang nomer berapa yang menerangkan, dan lembaga apa saja yang
menanganinya. Selain pemberian materi, lingkungan sekolah juga harus memberikan
contoh nyata. Misalnya saja , tidak menerima suap ketika penerimaan siswa baru,
atau pun menggunakkan bantuan operasional sekolah sesuai yang diperintahkan.
Ketika
semua elemen di masyarakat telah berupaya untuk melakukan pendidikan anti
korupsi, selanjutnya pemerintah juag harus turut ambil bagian. Jangan sampai
ketika semua elemen masyarakat telah berupaya mencegah perilaku korupsi tetapi
pemerintah justru “gembosi” dengan melakukan korupsi atau mengeluarkan
kebijakan-kebijakan yang mendukung adanya praktik korupsi. Undang-undang
mengenai korupsi harus dijalankan dengan baik dan benar.
Setidaknya
para ahli hukum kita harus memberikan hukuman yang setimpal kepada para pelaku
koruptor. Jangan sampai hukuman koruptor yang telah menghabiskan uang rakyat
miliaran rupiah sama dengan hukuman pencuri yang mencuri sandal jepit di
masjid. Selain menimbulkan rasa tidak percaya masyarakat kepada penegak hukum
negara ini, juga berpotensi memunculkan koruptor-koruptor baru. Karena mereka
berfikir hasil yang mereka dapat dari korupsi jauh lebih besar dari hukuman
yang mereka peroleh. Bahkan hasil korupsi tersebut dapat digunakan untuk membeli
masa hukuman mereka.
Para
elit politk juga harus mendidik diri mereka sendiri untuk tidak melakukan
korupsi. Tidak hanya menghindari kasus korupsi uang tapi juag bagaimana mereka
melaksanakan tanggunng jawab yang telah diberikan dengan baik. Selain itu,
jangan karena duduk di pemerintahan kemudian dengan mudah melakukan nepotisme,
dengan memasukkan saudara mereka ke lembaga-lembaga tertentu.
Jika
semua elemen negara bersama-sama memberantas korupsi dan mencegah tindak
korupsi ini muncul, maka bukan tidak mungkin penyakit korupsi di negara ini
dapat dihilangkan, paling tidak bisa diminimalisir. Dan kita pun dapat dengan
bangga mengatakan bahwa korupsi bukanlah budaya asli indonesia, yang tidak
harus dilestarikan.
(opini ini aku ikutkan dalam lomba indonesia menulis)
No comments:
Post a Comment