Akhir-akhir
ini, Bagus sangat suka main internet. Maklum, seperti kebanyakan remaja, Bagus
pun juga sedang asik-asiknya mencari teman melalui dunia mya. Dia tidak mau
dibilang gaptek dan kuper. Namun sayangnya, di rumah ia tidak memiliki lapatop
atau pun computer yang terhubung dengan internet. Hand phone yang dia miliki
pun masih model lama. Itu pun dipakai bersama.
Bagas
memang bukan anak orang yang berada. Dia sulung dari tiga bersaudara. Ibunya
hanya seorang ibu rumah tangga. Sedangkan ayahnya hanya seorang tukang tambal
ban. Terkadang ibunya turut membantu mencari nafkah dengan menjual gorengan. Meski bukan orang
yang berada, kedua orang tuanya berusaha untuk mencukupi kebutuhan anak-anak
mereka sekolah. Begitu pula bagi Bagas. Selama untuk keperluan sekolah, orang
tuanya akan selalu megusahakan. Karena mereka ingin anak-anak mereka menjadi
orang yang berhasil.
Hal
tersebut terkadang dimanfaatkan Bagas. Sering ia meminta uang pada orang tuanya
dengan alasan mengerjakan tugas. Padahal uang tersebu ia gunakan untuk main
internet maupun game online. Pernah suatu ketika ibunya mengeluhkan hal
tersebut.
“Kakak
sekarang kok sering minta uang sih ? memangnya dapat tugas apa aja kak?”
“Iya
Bu, dan tugasnya itu harus mencari di internet,” jawab Bagas bohong.
“Apa
di buku nggak ada Kak?”
“Ada
sih bu, tapi gak lengkap.”
Ibunya
hanya mengangguk mendengar jawaban Bagas. Kadang Bagas pun tak tega. Tapi kalau
sudah berhadapan dengan internet, perasaan kasihan kepada orang tunya menghilang
begitu saja. Karena kebiasaan barunya itu, Bagas pun kini jarang membantu
ibunya berjualan gorenga. Ia pun juga lupa waktunya belajar. Setiap kali
diminta untuk belajar, ia selalu beralasan sudah belajar melalui internet.
Suatu
hari, pada mata pelajaran Kewarganegaraan, Bu Rahma meerangkan tentang korupsi.
“Saat
ini di Negara kita perilaku korupsi begitu merajalela,” kata Bu Rahma mengawali
penjelasannya.
“Korupsi
itu mengambil uang Negara untuk keperluan pribadinya kan Bu?” tana Najwa.
“Betul
sekali sayang. Dan uang negara itu berasal dari rakyat. Rakyat yang miskin
menjadi bertambah miskin. Sedangkan para pemimpin semakin bertambah kaya. Orang
yang melakukan korupsi disebut sebagai koruptor. Dan koruptor sama denagn
pencuri”
“Tapi
kan mereka sudah banyak yang tertangkap Bu?” Tanya Bagas.
“Memang,
tapi masih banyak pula yang belum tertangkap. Dan sebenarnya kita ini pun juga
koruptor loh.”
“Loh,
kok bisa Bu, kita kan tidak mengambil uang rakyat?” Tanya Bagas tak mengerti.
“Memang.
Tapi perbuatan kita juga berpotensi menjadi koruptor. Misalnya saja, kita
membuang waktu untuk hal yang tidak berguna. Waktunya belajar kita gunakan
untuk bermain. Itu namanya kita sudah mengkorupsi waktu. Atau kalian minta uang
kepada orang tua kalian dengan alasan mengerjakan tugas padahal uang tersebut
kalian gunkaan untuk jajan. Nah itulah sebabnya kita juga berpotensi menjadi
koruptor.”
“Wah
kalau begitu kita pun jadi gayus dong Bu,” celetuk Abid. Bu Rhhma hanya
tersenyum.
“Kalau
kalian tidak ingin menjadi Gayusdan ingin Negara kita lebih baik, maka sebagai
calon pemimpin Negara ini, mulai hari ini kalian harus menghindari perilaku
korupsi dan berperilaku jujur,” jelas Bu Rahma.
Penjelasan
Bu Rahma membuat Bagas tersadar bahwa selama ini ia telah menjadi koruptor. Ia
sudah membuat keadaan orang tuanya yang susah menjadi bertabah susah. “Nanti di
rumah aku harus minta maaf kepada ayah dan ibu. Dan berjanji tidak akan
mengulanginya lagi. Aku tak mau menjadi gayus. Aku ngin menjadi presiden yang
jujur agar negaraku maju,” janji Bagas dalam hati.
Begitu
tiba di rumah, Bagas segera menemui orang tuannya dan meminta maaf atas
sikapnya.
“Iya
sayang, Ibu dan Ayah memaafkan kamu. Tapi kamu harus berjanji tidak akan
mengulanginya lagi,” kata Ayah bijaksana.
“Iya
ayah, mulai hari ini Bagas juga akan membantu ayah dan ibu lagi. Bagas juga
tidak akan lupa belajar lagi. Bagas gak mau menjadi Gayus dan pemimpin kita
yang korup. Bagas ingin menjadi presiden yang jujur agar Negara kita lebih
baik.”
“Amin…Ibu
dan ayah akan selalu mendo’akan yang terbaik untu kamu, Nak, “ kata Ibu sambil
memeluk Bagas.
Semenjak
hari itu, Bagas menjadi anak yang jujur. Ia juga blajar displin dalam segala
hal. Saat kelas VIII, Bagas dipilih teman-temannya sebagai ketua kelas. Bagas
senang sekali. Ini sebagai latihan untuk dia sebelum menjadi presiden yang
sebenarnya.
(cerpen ini aku ikutkan dalam lomba hari anak nasional yang diadain writing revolution, belom menang sih tapi lumayan uda masuk 38 besar sari 300.an peserta)
No comments:
Post a Comment