Thursday, September 4, 2014

Menikah Muda, Kenapa Tidak ??

Seringkali ketika mendengar ada anak yang baru lulus SMA menikah, sebagian masyarakat menganggap aneh dan menyayangkan tindakan tersebut. Seolah dengan keputusan mereka untuk menikah muda menjadikan masa depan mereka berantakan. Kesempatan untuk meraih kesuksesan juga ikut tertunda. Tidak hanya kesuksesan dalam bidang karir, tapi juga kesuksesan dalam membangun kehidupan rumah tangga. Sebagian masyarakat masih berpikir bahwa pasangan muda masih terlalu labil untuk membangun kehidupan rumah tangga sehingga rentan memicu terjadinya perceraian.
Padahal perceraian terjadi tidak hanya dikarenakan usia individunya yang masih muda. Tapi juga dipicu oleh berbagai faktor yang lain. Banyak pula orang-orang yang menikah dalam usia yang matang, namun juga mengalami perceraian. Bahkan ada pula yang telah lama menikah, namun juga mengalami perceraian. Bukankah mereka juga telah matang dan sudah makan banyak asam-manis kehidupan? Tapi tak sedikit pula orang yang menikah dalam usia muda namun berhasil mempertahankan pernikahan mereka hingga akhir hayat mereka. Pernikahan juga tak menjadi penghalang bagi Tuhan untuk memberikan rizkiNya kepada hamba-hambanya. Bahkan banyak orang yang menikah muda namun karir mereka juga tetap cemerlang.

Semua hal tersebut menjadi dasar yang senantiasa Aku pegang dalam kehidupanku. Pernikahanku dengan suamiku memang bukan pernikahan yang terencana dengan matang. Semua berlangsung secara tiba-tiba, cepat, dan sederhana. Ibaratnya kita sedang memasak mie instan, yang dalam waktu singkat dapat segera kita nikmati. Perjalanan pernikahan kami memang tak sesederhana acaranya. Banyak hal yang harus segera kita pelajari. Apalagi ketika sang buah hati juga segera hadir. Proses belajar ini pun juga harus dilaksanakan secara instan, namun tetap dengan kualitas nomor satu. Salah satunya adalah belajar menyiapkan mental dan menerima ini semua.
Bukan pekerjaan yang mudah memang. Apalagi bagiku yang "kurang menikmati waktu muda". Pertengkaran besar seringkali muncul hanya karena hal-hal kecil. Belum lagi aku juga diharuskan untuk tetap menyelesaikan kuliahku tepat waktu. Sementara ekonomi kami juga belum mapan yang membuatku juga harus "nyambi" bekerja. Ditambah dengan kehadiran "si kecil". Semakin seringlah kami bertengkar. Tidak hanya lelah fisik, tapi juga lelah psikis, yang menurutku belum seharusnya aku ditekan seperti ini.

Tapi dari kesemua hal tersebut, ada banyak hal yang membuatku seringkali bersyukur dengan keadaan ini. Aku bersyukur memiliki suami yang begitu sabar dan mengalah. Padahal semasa SMA dia adalah sosok lelaki yang kasar. Tapi semenjak menikah sifatnya berbalik 360 derajat. Dia juga begitu sabar dan telaten menghadapi tingkahku yang kekanak-kanakan. Padahal usia kami sama.

Suamiku memang bukan orang yang romantis. Tak jarang tingkahnya juga kerap memicu pertengkaran dalam rumah tangga kami. Tapi dia selalu meminta maaf lebih dahulu, tak peduli apakah dia yang salah atau aku yang salah. Dia juga sering melakukan hal-hal kecil yang membuatku terkesan.
Dan dengan kehadiran buah hati kami, cukup memberikan pelajaran bagiku. Dia seringkali menjadi cermin dan memaksaku untuk bertingkah lebih berhati-hati dan "sedikit dewasa". Tak jarang celetukannya membut telinga panas dan memaksaku untuk instropeksi diri. Namun dia juga menjadi motivasi untuk keberhasilan hidup kami.

Dan dengan semua pengalaman ini, membutaku percaya bahwa apa yang dikatakan orang tentang pernikahan muda yang buruk, tidaklah benar. Keberhasilan perkawinan tergantung pada kemampuan individu masing-masing dalam mengelola pernikahan mereka. Kedewasaan tidak hanya diukur dari berapa usia mereka, tapi dari kemampuan mereka dalam mengelola dan memanajemen masalah. Jadi jangan takut untuk menikah muda. Rizki tidak akan hangus hanya karena menikah. Percayalah bahwa dengan menikan rizki kalian juga tetap baik-baik saja, bahkan bertambah lebih baik.

No comments:

Post a Comment