Membahas masalah seputar kehidupan wanita memang tidak ada habisnya. Apalagi seputar masalah persamaan gender. Ada banyak buku maupun kajian yang membahas mengenai hal ini. Namun semakin dibahas semakin banyak hal yang menjadi pro dan kontra. Ibarat pepatah, bafai minum air laut, semakin diminum semakin terasa haus.
Di Indonesia sendiri persamaan gender lebih dikenal dengan istilah emansipasi wanita. Dan R.A Kartini adalah figur yang memperjuangkan mengenai hal tersebut. Selain itu, pergerakan wanita juga telah ada sejak diadakannya Kongres Perempuan I pada tanggal 22 Desember 1928 di Yogyakarta.
Dalam prinsip persamaan gender, banyak wanita yang menginginkan persamaan dengan kaum pria dalam segala hal. Termasuk dalam hal kepemimpinan. Saat ini kepemimpinan wanita dalam Islam masih menuai pro dan kontra. Namun objek kepemimpinan yang kita bahas di sini bukan hanya kepemimpinan pada diri sendiri atau pun dalam lingkup keluarga. Tapi juga kepemimpinan wanita pada masyarakat majemuk.
1. DEFINISI KEPEMIMPINAN
Sebelum membahas mengenai kata kepemimpinan telebih dahulu kita harus mengerti makna kata “pimpin (lead)” yang berarti mengatur. Namun kata “lead” ini berbeda arti dengan kata “manage”. Karena pada kata “manage” yang menjadi objek adalah benda mati sedangkan “lead” yang diatur adalah manusia, sebagai objek yang aktif dan berfikir. Selanjutnya kata “pemimpin (leader)” yang berarti orang yang mengatur dan sampailah kita pada kata “kepemimpinan (leadership)” yang berarti kemepuan untuk mengatur orang-orang agar bekerjasama dalam mencapi tujuan. Dengan menggunakan cara-cara yang persuasif.
2. SYARAT-SYARAT MENJADI PEMIMPIN
Setidaknya ada 8 syarat untuk menjadi seorang pemimpin, yakni :
a. Kekuatan atau Energi
Seorang pemimpin harus memiliki kekuatan lahiriah dan rokhaniah sehingga mampu bekerja keras dan banyak berfikir untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.
b. Penguasaan Emosional
Seorang pemimpin harus dapat menguasai perasaannya dan tidak mudah marah dan putus asa.
c. Pengetahuan mengenai Hubungan Kemanusiaan
Seorang pemimpin harus dapat mengadakan hubungan yang manusiawi dengan bawahannya dan orang-orang lain, sehingga mudah mendapatkan bantuan dalam setiap kesulitan yang dihadapinya.
d. Motivasi
Dengan adanya motivasi akan menimbulkan semangat, gairah, dan ketekunan dalam bekerja.
e. Kecakapan Berkomunikasi
Kemampuan menyampaikan ide, pendapat serta keinginan dengan baik kepada orang lain, serta dapat dengan mudah mengambil intisari pembicaraan.
f. Kecakapan Mengajar yang Baik
Adalah guru yang mampu mengajar dan memberikan teladan dan petunjuk-petunjuk, menerangkan yang belum dengan gambaran jelas serta memperbaiki yang salah.
g. Kecakapan Bergaul
Dapat mengetahui sifat dan watak orang lain melalui pergaulan agar dengan mudah dapat memperoleh kesetiaan dan kepercayaan. Sebaiknya bawahan juga bersedia bekerja dengan senang hati dan sukarela untuk mencapai tujuan.
h. Kemampuan Teknis Kepemimpinan
Mengetahui azas dan tujuan organisasi. Mampu merencanakan, mengorganisasi, mendelegasikan wewenang, mengambil keputusan, mengawasi, dan lain-lain untuk tercapainya tujuan. Seorang pemimpin harus menguasai baik kemampuan managerial maupun kemampuan teknis dalam bidang usaha yang dipimpinnya.
i. Iman dan mental yang kuat
Dengan iman dan mental yang kuat maka seorang pemimpin tidak akan akan terbawa pada arus-arus negative.
j. Badan yang sehat
Dengan badan yang sehat, maka pemimpin dapat melakukan tugasnya dengan baik dan bersemangat
k. Pengalaman yang padat dan bermanfaat
Dengan pengalaman yang dimiliki, maka pemimpin dapat menghadapi setiap masalah yang ada dan pengalamannya bisa menjadi contoh bagi jajarannya.
l. Semangat kepribadian muslimah dengan jiwa taslim, salam, sillim, dan sullam
m. Istiqomah pada prinsip-prinsip islam
Dengan menerapkan prinsip Islam dan istiqomah dalam menjalaninya maka dia tidak akan tergiur untuk berbuat curang dan dholim.
n. Tasammuh atau jiwa besar
Dengan berjiwa besar maka dia akan senantiasa optimis dan menerima kekalahan denagn lapang
o. Pemaaf, arif, dan bijaksana
Dengan ketiga sifat tersebut maka dia akan menjadi pemimpin yang disegani oleh jajarannya.
p. Mengenal lapangan yang akan diterjuninya
Ini penting dilakukan karena dengan mengenal lapangan maka dia akan siap bertempur dan mengetahui langkah-langkah apa yang harus ia tempuh untuk mensukseskan programnya.
q. Memahami situasi dan kondisi umum yang dihadapi
r. Bertanggung jawab dan siap menerima kritik
Seorang pemimpin harus bertanggung jawan atas segala hal yang menjadi kebijakannya. Dan harus siap menerima kritik sebagai koreksi atas kebijakan yang dia lakukan.
3. WANITA PEMIMPIN DIRINYA SENDIRI
Alloh berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah : 105)
Dari surat ini, kita mengetahui tidak ada perbedaan antara kaum pria dan wanita. Kedua-duanya diperintahkan oleh Alloh untuk menjadi pemimpin atas dirinya sendiri. Seperti yang disabdakan oleh Rosululloh,
“Semua kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang imam (amir) pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya. Seorang suami pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang isteri pemimpin dan bertanggung jawab atas penggunaan harta suaminya. Seorang pelayan (karyawan) bertanggung jawab atas harta majikannya. Seorang anak bertanggung jawab atas penggunaan harta ayahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. KEPEMIMPINAN WANITA DALAM RUMAH TANGGA
Alloh telah menetapkan keuarga sebagai tempat yang pertama dan utama pembentukan sebuah generasi. Ada kebutuhan untuk menciptakan hubungan yang kekal antara kedua jenis insane dalam kerangka menyiapkan kelahiran anak, memelihara jiwa, dan kehidupannya. Juga mendidik dan membekalinyadengan pengalaman dan pengetahuan sehingga dia bisa hidup dalam sebuah masyarakat dan mengemban tanggung jawab meningkatkan kehidupan manusia.
Alloh memberikan tugas kepada orang tua untuk mempersiapkan generasi yang berkualitas. Untuk memenuhi tugas inilah manajemen Alloh bisa kita pahami. Bahwa untuk mencapi tujuan kehidupan keluarga dan masyarakat, Alloh telah menetapkan pembagian tugas dalam keluarga, agar sebuah tujuan bisa tercapai secara efektif dan efisien. Bersamaan dengan itu Alloh pun telah membekali suami dan istri dengan kodrat-kodrat tertentu yang berbeda satu dengan yang lain dan memberikan persiapan yang layak, sehingga memungkinkan masing-masing pihak optimal di dalm menunaikan tanggung jawabnya.
Alloh berfirman,
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta'at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (An-Nisa’ : 34)
Dari ayat di atas, Alloh telah menetapkan kepemimpinan keluarga ada di tangan suami. Dia bertanggung jawab pengaturan dan pengelolaan urusan keluarga. Dan istri bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan keluarga yang ada di dalam rumah, sebagaimana sabda Rosululloh dalam pernikaha putrinya, Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib,
“Rosululloh telah mewajibkan putrinya, Fatimah, untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan di rumah, sedangkan Ali diharuskan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan di luar rumah.”
Namun, dalam hadist lain disebutkan bahwa istri pun juga seorang pemimpin dalam rumah tangga. Sebagaimana sabda Rosululloh,
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Dari Ibn Umar r.a. Sesungguhnya Rasulullah Saw. Berkata :”Kalian adalah pemimpin, yang akan dimintai pertanggungjawaban. Penguasa adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Suami adalah pemimpin keluarganya, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin dirumah suaminya, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Pelayan adalah pemimpin dalam mengelolaharta tuannya, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Oleh karena itu kalian sebagai pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.“
Meski demikian kepemimpian tertinggi terletak pada suami. Dan islam telah menetapkan pean utama wanita adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Profesi ini saat ini dianggap remeh oleh kebanyakan wanita. Padahal Alloh memberikan penilaian yang tinggi terhadap profesi ini, setara denagan aktifitas pria di dunia public. Melalui peran wanita sebagai ibu dan pengatur rumah tangga, kelestarian manusia dapat dipertahankan dan dapat menciptakan kehidupa rumah tangga yang sakinah, mawadah, wa rahmah.
Bagi seorang anak, ibu adalah sosok yang dekat denagn makna kelembutan, kasih saying, kedamaian, pengorbanan, dan pengabdian yang tulus tanpa pamrih. Peran ibu sangat besar dalam mewarnai corak sebuah generasi. Wajar jika Islam mengatakan, “wanita adalah tiang Negara”. Bahkan islam juga menyematkan pujian kepada wanita dengan mengqiyaskan bahwa “surga di telapak kaki ibu”. Demikian tinggi penhargaan islam terhadap kaum wanita.
Peran wanita ini mempunyai andil yang besar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera denagn kualitas generasi yang baik. Oleh karenanya, adil kiranya kalau pihak kedua, yaitu suami, diberi tugas memenuhi kebutuhan pokok (mencari nafkah) dan memberikan perlindungan kepada sang istri supaya dia bisa mencurahkan perhatian dan tenaganya untuk penunaian tugas yang penting ini
5. KEPEMIMPINAN WANITA DALAM KELOMPOK WANITA SAJA
Dewasa ini banyak sekali komunitas-komunitas wanita yang muncul. Kesadaran dan kesanggupan wanita Islam untuk memimpin sesama kaum muslimat sungguh sanagt dibutuhkan, mengingat jumlah wanita Islam sangat banyak dan diperlukan peningkatan kualitas dan pelaksanaan tugas-tugasnya sendiri. Oleh karena itu, setiap wanita yang sanggup dan ditunjuk untuk memimpin maka ia harus menyanggupi. Rosululloh bersabda,
“Barangsiapa diserahi kekuasaan urusan manusia lalu menghindar (mengelak) melayani kaum lemah dan orang yang membutuhkannya maka Allah tidak akan mengindahkannya pada hari kiamat.” (HR. Ahmad)
Karena apabila wanita yang mayoritas Islam dipimpin oleh mereka yang bukan atau bercita-cita Islam maka mereka akan dibawa kepada yang bukan islam atau tidak sesuai dengan ajaran islam. Rosululloh bersabda,
“Apabila keluar tiga orang untuk bepergian, maka hendaknya ada yang memimpin salah seorang dari pada mereka.” (HR. Imam Abu Daud)
Dalam hadist yang lain disebutkan,
“Tidak dibenarkan bagi tiga orang yang berada di muk bumi ini, kecuali ada yang memimpin pada mereka salah seorang dari pada mereka.” (HR. Imam Ahmad)
Dua hadist di atas menunjukkan pentingnya ada pimpinan di suatu kelompok untuk mengatur, mengarahkan, dan menentukan apa yang akan diperbuat oleh kelompok itu supaya jadi suatu kekuatan yang bermanfaat.
Bagi para pemimpi wnita islam dalam menentukan kepemimpinannya perlu menentukan arah dan sasaran, kemana akan dibawa wanita-wanita yang dipimpinnya itu. Untuk itu sebaiknya ditentukan sasaran sebagai berikut:
a. Membawa wanita islam mengerti akan hak dan kewajibannya menurut ajaran islam dengan memantapkan aqidah, ibadah, dan muammalah islamiyah.
b. Membawa wanita islam kearah ketinggian budi dan kecerdasan berfikir.
c. Mewujudkan keseimbangan antara kewajiban rumah tangga dan masyarakat.
d. Menempatkan wanita islam pada jabatan yang sesuai dengan persyaratan ilmiyah dan fitrah kewanitaannya.
e. Berlanjutnya perjuangan wanita islam secara estafet dengan menyiapkan kader-kader organisasi, kader dakwah, kader ulama, kader pimpinan wanita islam dalam berbagai bidang.
Dalam melaksanakan pimpinan masyarakat wanita, oleh pemimpin wanita ini untuk kelangsungan dan keberhasilannya perlu diperhatikan factor psikis, psikologis, sosiologis dan lain-lain sebagainya.
6. KEPEMIMPINAN WANITA DALAM MASYARAKAT MAJEMUK
Wanita adalah anggota masyarakat, karenanya keterlibatannya dalm kehidupan umum (publik) juga diperlukan dalam rangka memajukan masyarakat. Dalam hal ini tugas waniat sebagai ibu rumah tangga tidak berarti membatasi wanita pada peran pokok itu saja. Karena pada saat yang sama, wanita juga diseru untu berperan di sector public. Seruan Alloh dalam al aktifitas perempuan di dunia public secara umum mempunyai implikasi pada hokum yang berkaitan denagn wanita dalam keduudkannya sebagai individu manusia. Rosululloh bersabda,
“Sesungguhnya kaum wanita adalah setar denag kaum pria” (HR. Abu Dawud dan An-Nasa’i)
Islam mmebolehkan wanita bekerja di luar rumah dalam rangka mendukung pembangunan masyarakat. Seruan tersebut dapat berarti wajib, misalnya menuntut ilmu dan berdakwah. Bisa juga berarti mubah, misalnya ijarah, wakalh, dan lain-lain. Dari sekian banyak peran, tugas sekaligus aktivitasyang bis adigeluti wanita sebagai anggota masyarakat, tentunya pilihan muslimah juga akan didasarkan semata-mata pada ketentuan syara’.
6.1 Gejala Sosial yang Berkaitan dengan Kegiatan Wanita dalm Bidang Politik
a. Gejala penjajahan yang melanda sebagian besar dunia Islam serta pencaplokan bumi Palestina oleh kaum zionis. Gejala ini memaksa kaum wanita ikut serta berjihad. Dengan demikian, kaum wanita mempunyai andil dalam pergerakan-pergerakan kemerdekaan.
b. Gejala pembauran masyarakat (globalisasi) seiring dengan semakin mudahnya masalah transportasi dan semakin luasnya jangkauan informasi. Globalisasi telah membuahkan kesadaran berpolitik di kalangan laki-laki dan wanita, di samping membuatnya mampu mengikuti isu-isu politik, kemudian terlibat di dalamnya.
c. Gejala kemajuan bidang pendidikan, variasi, dan pemetaannya dengan segala jenjangnya untuk anak laki-laki dan wanita, serta semakin banyaknya kaum wanita yang menekuni profesi dan kegiatan social. Gejala ini telah menciptakan kemampuan di kalangan wanita untuk menekuni kegiatan politik, baik dalam bentuk demonstrasi maupun memberikan hak suara dalam pemilihan anggota DPR, serikat buruh, dan dewan legislative, dicalonkan menjadi anggota untuk badan-badan tersebut, atau bergabung ke dalam partai-partai politik dan kekuatan-kekuatan nasional.
d. Gejala semakin kompleksnya masyarakat modern yang diiringi semakin kompleksnya kehidupan wanita. Gejala ini telah menyebabkan munculnya berbagai problem dan kasus baru yang berkaitan dengan wanita. Dengan demikian, alasan wanita untuk ikut andil dalam DPR dan dewan legislative semakin penting dan dibutuhkan, menginagt wanita lebih tanggap terhadap isu-isu tersebut dan lebih tahu tentang cara-cara menanganinya. Denagn demikian keterlibatan waniat bersama laki-laki dalam badan-badan tersebut akan bermanfaat.
e. Gejala semakin tumbuh dan majunya musyawarah pada skala internasional, meskipun berbeda tingkat pelaksanaannya. Kadang, gejala tersebut telah membuahkan usaha musyawarah serta langkah-langkah serius dan kadang-kadang hanya bersifat formalitas belaka dikalangan pemerintahan Arab dan Islam. Selain itu juga, tumbuhnya kecenderunagn bermusyawarah dikalangan laki-laki dan wanita menjadi tuntutan partai-partai dan kekuatan-kekuatan nasional dalam setiap msyarakat untuk menerapkan prinsip-prinsip musyawarah secara nyata.
6.2 Definisi Hak Politik
Hak politik adalah hak-hak yang ditetapkan dan diakui undang-undang atau konstitusi berdasarakn keanggotaan sebagai warga Negara. Dalam hak-hak politik terhimpun antrara konsep hak dan kewajiban sekaligus. Sebab hak-hak polotik pada tingkat tertentu menjadi hak bagi individu karena hak-hak itu menjadi wajib bagi mereka. Hal itu disebabkan hak mutlak membolehkan seseorang menggunakannya atau tidak menggunakannya tanpa ikatan apa pun kecuali dalam menggunakannya menurut konstitusi.
Adapun jika hak-hak politik itu tidak digunakan, hal itu mengancam dijatuhkannya sanksi, terutama karena hak-hak politik itu tidak berlaku kecuali bagi orang yang memenuhi syarat-syarat tertentu sebagai kewarganegaraan. Hak-hak politik ini menyiratkan partisipasi individu dalam pembentukan pendapat umum, baik dalam pemilihan wakil-wakil mereka di majelis-majelis dan berbagai lembaga perwakilan atau pencalonan diri mereka untuk menjadi anggota lembaga perwakilan tersebut.
Hak-hak politik itu mencakup:
a. Hak dalam mengungkapkan pendapat dalam pemilihan dan referendum dengan berbagai cara.
b. Hak dalam pencalonan menjadi anggota lembaga perwakilan dan lembaga setempat.
c. Hak dalam pencalonan menjadi presiden, dan hal-hal lain yang mengandung persekutuan dan penyampaian pendapat yang berkaitan dengan politik.
6.3 Definisi Kegiatan Polotik Modern
Kegiatan politik modern adalah kegiatan yang berkaitan dengan cara-cara pembentukan dewan legislative dan eksekutif, pola yang diikuti oleh kedua badan ini, serta tugas-tugas yang diembannya. Kegiatan semacam ini membutuhkan perhatian akan masalah politik yang akan mendorongnya untuk terus melakukan kegiatan dan pengamatan. Pada gilirannya hal itu akan melahirkan penguasa yang baik terhadap apa yang sedang terjadi dan apa yang ahrus terjadi. Semua itu akan memantapkan kegiatan politik yang digeluti seseorang sehingga dirinya akan menjadi tumpuan masyarakat.
6.4 Pendapat Mengenai Kedudukan Wanita dalam Bidang Politik
a. Al-Qur’an
Alloh berfirman,
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta'at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (An-Nisa’ : 34)
Bagi sebagian orang yang menolak kepemimpinan wanita berpendapat dengan menggunakan ayat di atas. Mengingat hak-hak politik diperlukan dalam beberapa hal, maka perlu diberlakukan tugas-tugas politik yang kadang-kadang merupakan satu jenis penegakan perkara lain yang dibolehkan bagi perempuan. Namun saya melihat kepemimpinan pada ayat di atas adalah kepemimpinan suami untuk mendidik istrinya yang durhaka. Hal itu kita ketahui jika merujuk pada asbabun nuzulnya ayat di atas.
Surat tersebut turun berkenaan denga kasusu istri Sa’ad bin Al-Rabi yang tidak taat kepada suaminya. Lalu Sa’ad menamparnya. Maka istri Sa’ad mengadu kepada Rosululloh dan Rosululloh memrintahkan agar ia menjauhi suaminya. Ketika perempuan itu pergi, Rosululloh memanggilnya dan bersabda, “Jibril datang kepadaku.” Maka Alloh SWT menurunkan firmann-Nya, “Kaum laki-laki itu pemimpin bagi kaum wanita.” Selanjutnya beliau bersabda “Ia menginnginkan sesuatu, tetapi Alloh berkehendak lain.”
Ayat tersebut turun karena sebab khusus, yaitu berkenaan dengan masalah keluarga dan tidak adqa kaitannya dengan politik.
“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya.. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al-Baqarah : 228)
Melalui ayat di atas orang-orang yang menolak kepemimpinan wanita berpendapat bahwa laki-laki memiliki tingkatan yang lebih tinggi dari pada perempuan dalam tanggung jawab rumah tangga, ketaatan pada perintah, pemberian nafkah, dan pemenuhan berbagai kepentinan. Oleh karena itu laki-laki memiliki kelebihan dari pada perempuan dalm mengatur kepentinan-kepentinan umum dan menikmati hak-hak politik.
Namun penafsiran tersebut tidak seutuhnya benar. Sebab derajat yang dimiliki laki-laki bukanlah derajat keutamaan dan keunggulan, melainkan derajat kepemimpinan. Kaum laki-laki pemimpin bagi kaum wanita dalam masalah keluarga. Apalagi apabila kita merujuk kepada ayat yang selanjutnya yang memiliki keterkaitan. Jadi ayat tersebut tidak ada kaitannya dengan kehidupan politik wanita. Ayat tersebut berkaitan dengan keluarfa dan rumah tangga.
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta'at pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah : 71)
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (An-Nisa’ : 32)
“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.” (An-Nisa’ :124)
Selain itu, dari ketiga ayat dia atas, tidak ada perbedaaan antara laki-laki dan perempuan, baik sebagai objek maupun subjek kepemimpinan.
b. Hadist
Orang-orang yang tidak mendukung kepemimpinan wanita berpedoman pada beberapa hadist Nabi, pertaama
“Dari Abu Bakar,Rosululloh bersabda, “Tidak akan berjaya suatu kaum yang menyerahkan kepemimpinan mereka kepada perempuan.” (HR. Buchori, Tirmidzi, Nasa’I, Al-Hakim)
Dari hadist tersebut disimpulkan bahwa perempuan tidak boleh menduudki jabatan umum apa pun. Sebab, dalam hal itu tidak ada kemenangan dan kesuksesan. Maka dalam kemengannya pun ada kerugian. Kerugian itu harus dihindari. Hal itu dikarenakan emosi perempuan dan kodratnya yang menjadikannya tidak mampu mengambil keputusan yang benar.Namun apabila kita menengok peristiwa dalam hadist tersebut, maka pemikiran kita akan berubah.
Suatu hari, sahabat Abdulloh bin Huzaiah diutus Nabi SAW kepada kaisar Persia bernama Syarwih bin Barwis untuk menyerahakn surat ajakan masuk Islam. Tapi kaisar itu telah meninggal dan digantikan oleh putrinya yang bernama Kisra, yang saat itu masih berumur 17 tahun. Namun oleh Kisra surat tersebut dirobeknya. Ketika Rosululloh diberi tahu hal tersebut, secara spontan beliau bersabda, “Tidak akan bahagia suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan.” Jadi hadist tersebut hanya bersifat khusus, tidak berlaku untuk umum.
Hadist yang kedua, “Kaum perempuan itu memiliki kekuranagn dalam agaam dan akal.” Konsekuensinya, kaum wanita tidak boleh menduduki jabatan umum dan laki-laki selalu mengungguli mereka. Namun nersandar pada hadist tersebut juga tidak sepenuhnya benar. Sebab, apabila kita merujuk pada hadist tersebut secara lengkap dan melihat situasi ketika hadist tersebut disampaikan, maka akan kita dapati maksud yang sebenarnya dalam hadist tersebut.
Dari Abu Said al-Khudori, suatu ketika Rosululloh keluar dan melewati sekelompok wanita dan beliau bersabda, “Wahai kaum wanita, bersedekahlah karena saya melihat kalian sebagai oarng yang banyak dosa.” Maka mereka menjawab, “Karena apa, wahai Rosululloh?” Beliau menjawab, “Kalian banyak melaknat dan mengkafirkan teman. Saya tidak melihat kekuramagm akal dan agama yang dapat menghilangkan akal laki-laki yang teguh selain salah seorang diantara kalian.” Mereka bertanya lagi, “Apa kekuranagn akal dana gama kami wahai Rosululloh?” Beliau balik bertanya, “Bukankah kesaksian kalian setara denagn setengah kesaksian laki-laki?” “Benar.” “Itulah kekurangan akal kalian. Dan bukankah ketika haid kalian tidak shalat dan tidak puasa?” “Ya,” jawab mereka. “Itulah kekuranagn agama kalian.” (HR. Imam Bukhori)
Berdasarkan hal ini, hadist tersebut tidak berarti kekurangan akal dan agama adalah sedikitnya pengetahuan dan kelemahan daya nalar perempuan serta karenanya diatributkan kepada mereka.
6.5 HAL-HAL YANG MENJADI KEKURANGAN WANITA DALAM MEMIMPIN
a. Mudah tersinggung oleh sikap dan perlakuan yang keras dan kasar, jarena wanita merupakan jenis manusia yang halus dan lembut yang sesuai dengan pemciptaanya.
b. Mudah terpengaruh oleh hla-hal yang belum pasti.
c. Mudah terbawa arus kemewahan akibat dari pergaulan wanita yang tidak positif.
Cara mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, dengan :
a. Memantapkan diri dalma kepemimpinan
b. Memelihara ukhuwah islamiyah yang lebih akrab
c. Ada konsultasi antar pimpinan pada setiap hal yang diperlukan
d. Pembagian tugas yang praktis, efisian, dan efektif
e. Memantapakan tanggung jawab bersama
6.6 Pedoman Bagi Wanita yang Ingin Menggeluti Politik Di Zaman Sekarang
1. Wanita musliamah seperti halnya kaum pria dihimbau untuk ikut peduli terhadap masalah-masalah politik yang berkembang dalam masyarakat dan dituntut untuk ambil bagian.
2. Setiap tugas wajib dilaksanakan guna menjamin penguasa berbuat benar dan adil.
3. Bergabung kedalam partai yang bersih dan menginginkan kesejahteraan umat, membantu pihak penguasa, melakukan perbaikan yang bersifat menyeluruh berdasarkan prinsip islam, dan menguasai berbagai ilmu modern saat ini. Seperti yang difirmankan oleh Alloh,
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar217; merekalah orang-orang yang beruntung.”
(QS. Ali Imran : 104)
4. Membudayakan kesadaran berpolitik pada kaum hawa.
5. Bertugas mengatur pemilu yang jujur dan bersih.
6. Menasihati dan mengoreksi penguasa, baik secara langsung atau pun melalui parpol
7. Mengajarkan pengetahuan dasar sosio-politis dan penumbuhan terhadap masalah tersebut kepada anak-anak.
6.7 Hak Wanita dalam Pemilu
a. Hak wanita dalam memilih
Islam tidak melaranmg wanita menggunakan hak pilihnya. Pemilu adalh pemilihan rakyat terhadap wakil-wakilnya yang menggantikan mereka dalam membuat undang-undang dan mengawasi pemerintah. Islam tidak melarang waniat untuk menunjuk seseorang yang mewakilinya dan memperjuangkan haknya serta menyalurkan aspirasinay sebagai masyarakat.
b. Hak wanita untuk dicalonkan
Islam tidak melaran wanita untuk ikut berperan dalam proses pembuatan undang-undang sebab pembuatan undang-undang sebelum segala sesuatunya membutuhkan ilmu pengetahuan yang luas dan pengertian akan tuntutan kebutuhan masyarakat. Sementara itu islam memberikan hak yang sama untuk menutut ilmu bagi laki-laki maupun perempuan.
Mengenai masalah menagwasi badan eksekutif tidak lepas dari tugas amar ma’ruf anhi munkar. Laki-laki dan wanita mendapat tugas yang sama, Alloh berfirman,
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta'at pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah : 71)
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas, kita tahu bahwa tidak ada dalil, baik di dalam al-qur’an maupun hadist, yang secara khusus dan langsung melarang kepemimpinan seorang wanita dan ketrlibatannya dalam dunia politik. Ayat-ayat dalam al-qur’an pun, misalnya surat An-Nisa’ ayat 34, dalm tafsirannya lebih ditujukan kepada kepemimpinan rumah tangga. Namun, ada sebagian ulama berpendapat meski Islam tidak melarang kepemimpinan wanita namun kepemimpinan tersebut bukanlah kepemimpinan tertinggi dalam suatu organisasi atau pun pemeruntahan.
Sebagai seorang muslimah kita juga harus sadar, meskipun prestasi wanita bisa menonjol tapi kesulitan-kesulitan fitriah dan alamiah sebagai wanita pasti ada. Di samping itu gerak langkah wanita Islam dibatasi oleh ketentuan-ketantuan syari’at Islam. Selain itu persyaratan bagi seorang pemimpin wanita secara khusus dan umum perlu disiapkan, dipahami, dan dimiliki sebagai bekal melaksanakan kepemimpinannya. Ketika wanita sudah menjabat sebagai pemimpin, ia harus bisa melaksanakan tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin dengan sebaik-baiknya. Ia juga dituntut untuk tidak melupakan tanggung jawabnya sebagai ibu bagi anak-anaknya dan istri bagi suaminya.
DAFTAR PUSTAKA
• Buchorie, Rogayah, Hj.St. 2006. Wanita Islam. Bandung : Baitul Hikmah.
• Syuqqah, Abdul Halim Abu. 1997. Kebebasan Wanita Jilid 2. Jakarta : Gema Insani Press
• Muslikhati, Siti. 2004. Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan dalam Timbangan Islam. Jakarta : Gema Insani
• Fauzi, Ikhwan Lc. 2002. Perempuan dan Kekuasaan Menelusuri Hak Politik dan Persoalan Gender dalam Islam. Jakarta : Amzah
No comments:
Post a Comment